Sekitar dua minggu yang lalu saya ditambahkan oleh seorang kerabat kedalam sebuah Whatsapp Group (WAG). Saya coba telusuri nama WAG tersebut lengkap dengan anggota-anggota yang sudah ditambahkan. Ternyata grup tersebut merupakan grup silaturahim antar jamaah sebuah masjid di kampung saya. Terdiri dari jamaah masjid yang ada di kampung maupun yang ada di perantauan. Saya awali pembicaraan dengan memberi sapaan terima kasih telah digabungkan. Selanjutnya saya putuskan untuk menjadi silent reader saja dulu, karna awalnya saya pikir group tersebut tak lebih dari saling bertegur sapa antar anggota group.
Namun setelah beberapa jam pembicaraan yang terjadi di dalam grup, saya merasa terkejut karna pembahasan grup sangat urgen dan mendasar. Para inisiator grup membeberkan apa maksud dari keberadaan WAG dilanjutkan dengan tanggapan-tanggapan dari anggota yang lain. Ya, grup tersebut membicarakan tentang kondisi terkini Masjid dan TPA/MDA yang ada di kampung. Mulai dari kondisi fisik masjid dan MDA, kesejahteraan imam masjid, gharin dan guru MDA, serta pembahasan mengenai program pemakmuran masjid. Sayapun menyesal sempat bersuudzon pada awalnya.
Akhirnya setelah pembahasan cukup panjang didapatlah berbagai solusi untuk kemajuan masjid yang disepakati merupakan tanggung jawab bersama para perantau dan jamaah masjid yang ada di kampung. Salah satu solusinya yakni mengumpulkan donasi sebanyak-banyaknya untuk perbaikan fisik serta kebutuhan manajemen masjid dan TPA/MDA. Salah satu metode pengumpulan donasi adalah dengan merekrut para perantau untuk menjadi donatur tetap setiap bulannya dan itu akan diupdate setiap waktunya. Kemudian para pengurus grup yang ditunjuk untuk mengawal misi ini (saya termasuk didalamnya) bekerja untuk merekrut para jamaah dan perantau untuk menjadi donatur tetap.
Dalam perjalanannya, saya tidak maksimal dalam bergerak untuk menjalankan tugas ini. Saya sering meminta maaf sama pengurus lain karna tidak intens memantau WAG karena ada alasan studi dan alasan lainnya. Merekapun memaklumi atas tidak maksimalnya saya bertugas. Namun saya sempat disadarkan pada suatu ketika saya perhatikan secara seksama background para pengurus menggerakkan WAG. Waw, sayapun bergumam! Mereka orang sibuk semua. Ada seorang staff kementerian, dokter, tenaga ahli perusahaan pertambangan, wiraswasta, dan guru. Kalau saya bandingkan dengan kesibukan yang saya miliki, belum ada apa-apanya. Pencapaian mereka juga bukan main, dalam jeda waktu seminggu sudah puluhan dana terkumpul akibat kerja keras para pengurus. Lagi-lagi saya berada dalam penyesalan karena tidak menjadi bagian utuh dalam tugas mulia ini. Lepas itu, saya berkomitmen untuk berusaha semaksimal mungkin untuk menggerakkan grup agar rencana-rencana yang telah dibuat dapat terealisasi.
Dalam beramal, apapun jenis amalnya harus diiringi dengan semangat untuk totalitas dalam menyelesaikannya. Tidak sedikit diantara kita untuk menyepelekan sebuah amalan dan tidak mau bersungguh-sungguh untuk menunaikannya. Memang kita memiliki keterbatasan sehingga harus mengambil amalan yang prioritas untuk dituntaskan . Namun tak jarang pula kita tak arif dalam menetapkan skala prioritas sehingga sering terlihat skala prioritas yang kita gunakan cenderung pada standar duniawi saja.
Jangan pernah meremehkan sekecil amalan apapun, karena kita tidak tahu boleh jadi amalan tersebutlah yang menjadi asbab bagi kita mengetuk pintu syurgaNya. Sebutlah dalam sebuah kisah seorang Abdullah Bin Amr Bin Ash sangat cemburu usai Rasulullah SAW mengucapkan “Sebentar lagi akan muncul di hadapan kalian seorang laki-laki penghuni surga” dalam sebuah majelis dan kata-kata tersebut ditujukan kepada seorang pemanah ulung bernama Saad bin Waqqash.Seluruh sahabat yang hadir pada waktu itu merasa kagum dengan Saad dan bahkan sebagiannya ada yang penasaran termasuk ada Abdulllah Bin Amr Bin Ash.
Abdullah dengan rasa kecemburuannya mendatangi rumah Saad dan bermaksud menanyakan apa yang menyebabkan Saad disebutkan oleh rasulullah sebagai salah satu laki-laki penghuni syurga.
“Wahai Sa’ad, amal ibadah apakah yang menyebabkan engkau disebut oleh Rasulullah sebagai penghuni surga?” tanya Abdullah kepada Sa’ad.
‘Amal ibadah yang kukerjakan sama dengan amal ibadah kalian.” Kata Sa’ad.
“Tidak mungkin!” sergah Abdullah. ‘Jika amalmu sama dengan amalku, mengapa aku tidak terjamin masuk surga sepertimu? Kamu jangan bohong, Sa’ad. Kamu pasti memiliki amalan khusus yang membuatmu istimewa di hadapan Allah.”Desak Abdullah.
“Demi Allah, saya tidak berbohong, Abdullah. Bagaimana mungkin amalan kita berbeda, sedangkan sumber kita sama?” Kata Sa’ad mencoba meyakinkan Abdullah.
“Kalaupun ada yang berbeda di antara kita, yang itu menyebabkan diriku menjadi istimewa di hadapan-Nya, mungkin satu hal.”
“Apa hal yang satu itu, wahai Sa’ad?” Seru Abdullah tak sabar. Tampak kedua matanya berbinar-binar penuh harap.
“Aku tidak pernah menaruh dendam ataupun dengki kepada seorang pun di antara kaum muslimin dan aku selalu memaafkan segala kesalahan kaum muslimin sebelum saku tidur Mungkin itu yang membuatku istimewa di hadapan Allah. Wallahu a’lam,” kata Sa’ad.
Hanya karena kebiasaan memaafkan saudara sabelum tidur membuat Saad masuk syurga, maka tentu saja kita akan lebih punya peluang dari Saad untuk memasuki syurga apabila kita amalkan sebuah amalan melebihi amalannya Saad (meskipun kita tidak akan sanggup menyaingi amalan para sahabat, namun dalam konteks ini mungkin saja melakukan yang sama dengan Saad). Dengan memiliki amalan-amalan khusus yang bersungguh-sungguh kita dalam mengamalkannya membuat kita akan sangat berharga dimata Allah SWT. Maka jangan sampai kita menyepelekan amalan apapun atau tak maksimal mengerjakannya. Karena boleh jadi Allah seru kita memasuki syurgaNya melalui amalan tersebut.
Selamat Beraktivitas
Bukittinggi, 29 Januari 2019
Komentar
Posting Komentar